Friday, June 29, 2018

PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA – Menebak Peta Koalisi Pilpres 2019 Usai Pilkada

PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA – Hitung cepat atau quick count terkait hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 yang digelar sejumlah lembaga survei dinilai berpengaruh terhadap poros koalisi untuk Pemilihan Presiden 2019. Meski hitungan resmi Komisi Pemilihan Umum belum diumumkan, namun hasil quick count dinilai jadi gambaran dinamika politik menjelang Pilpres 2019.
Arah koalisi untuk Pilpres 2019 diprediksi masih bisa berubah sebelum pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden pada 4-10 Agustus 2018. Kurang dari 40 hari, partai-partai dinilai akan semakin intens dalam penjajakan koalisi.
Merujuk hasil quick count, terdapat kejutan di beberapa daerah yang menggelar Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. PDI Perjuangan sebagai partai pemenang Pemilu 2014 pun belum punya hasil menggembirakan.
Duet jagoan yang diusung partai berlambang banteng moncong putih itu banyak yang kalah. Ambil contoh pasangan calon yang diusung PDIP di Pilgub Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, serta Jawa Timur tumbang dari rivalnya.
Kemudian, di sisi lain, partai yang selama ini di barisan oposisi dan kritis terhadap pemerintahan Joko Widodo juga senasib. Pasangan yang diusung koalisi Gerindra dan PKS keok. Bahkan, di Pulau Jawa minus DKI Jakarta, duet jagoan Gerindra-PKS seluruhnya tumbang.
Melihat dinamika ini, Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan mengatakan hasil Pilkada 2018 akan berpengaruh terhadap arah koalisi Pilpres 2019. Bagi dia, penjajakan poros koalisi akan makin menguat pasca-6Pilkada 2018. Saat ini, status PAN masih sebagai salah satu partai belum memutuskan dukungan arah koalisi.
"Hasil jelas berpengaruh, tentu berpengaruh. Nah, sekarang kembali lagi dalam kombinasi capresnya kayak apa dan partai pendukungnya seperti apa?" ujar Zulkifli di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 28 Juni 2018.
Zulkifli merespons hasil quick count Pilkada 2018 memperlihatkan perebutan basis dukungan menuju 2019. Ia menganalisis contoh seperti persaingan di Pilgub Jateng dengan kandidat yaitu Ganjar Pranowo melawan Sudirman Said. Ganjar merupakan jagoan PDIP yang mendukung Joko Widodo maju lagi sebagai capres 2019.
"Misalnya siapa yang ngira Sudirman Said baru 3 bulan, enggak punya uang, enggak punya logistik. Ganjar kerja hampir 5 tahun dan itu basis kuatnya PDIP, tapi (Sudirman) bisa dapat 43 persen, bayangkan," kata Zulkifli.
Respons juga disuarakan elite Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan kubu pendukung Joko Widodo. Sekretaris Jenderal PPP, Arsul Sani menekankan kemenangan Ridwan Kamil di Pilgub Jawa Barat, Ganjar Pranowo di Jawa Tengah, dan Khofifah Indar Parawansa di Jawa Timur akan memberikan poin lebih untuk dukungan Jokowi di Pilpres 2019.
"Karena ketiganya, Khofifah, Emil, Ganjar itu pendukung Jokowi," tutur Arsul kepada VIVA, Kamis, 28 Juni 2018.
Arsul mengklaim koalisi pendukung Jokowi saat ini yang sudah terbentuk akan solid dan tak bermasalah. Justru, kata dia, jumlah pendukung koalisi diklaim akan bertambah seiring sisa waktu sebelum pendaftaran pasangan capres dan cawapres pada awal Agustus 2018.
"Insya Allah, kami solid, tidak berubah. Tapi, malah bertambah 1-2 partai. Masih ada waktu 2-3 minggu juga untuk merembukkan cawapres untuk Jokowi," sebut Arsul.
Sejauh ini, parpol yang menyatakan mendukung Jokowi di Pilpres 2019 adalah PDIP, Golkar, Nasdem, PPP, dan Hanura. Ada juga partai nonparlemen seperti PSI, Perindo, dan PKPI.
Sumber: Viva
Akb – rifanfinancindo

Thursday, June 28, 2018

PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA – Banyak Jagoan PDIP Keok di Pilkada, Ini Analisis Penyebabnya

PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA – Meski belum ada pengumuman perhitungan resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU), pilkada serentak 2018 terdapat beberapa hasil mengejutkan. Salah satunya kalahnya sejumlah pasangan calon yang diusung PDI Perjuangan dalam versi hitungan cepat alias quick count.
Pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio menganalis penyebab banyak keoknya duet jagoan PDIP. Ia mencontohkan kekalahan pasangan TB Hasanuddin-Anton Charliyan di Pilgub Jawa Barat. Padahal, PDIP sebagai parpol dengan elektoral kursi terbesar di Jabar, sehingga bisa mengusung pasangan calon tanpa koalisi.
"Kekalahan ini di Jabar karena duet PDIP tak kuat dan tak dekat dengan warga pemilih. Berbeda hasilnya kalau dekat dengan warga seperti di Pilgub Bali, Jateng, PDIP menang," kata Hendri, Rabu, 27 Juni 2018.
Hendri menambahkan, hal serupa juga terjadi di Pilgub Sumatera Utara. Menurutnya, kekalahan Djarot Syaiful Hidayat-Sihar Sitorus karena interest eks gubernur DKI itu kurang dikenal warga Sumut. Meski relatif imbang secara kertas dengan duet Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah alias Ijeck, Djarot dinilai masih sulit merangkul warga Sumut.
"Tidak mudah. Faktor kedekatan dengan warga yang memilih jadi utama. PDIP dalam seleksi harus diperkuat," jelas Hendri.
Sementara itu, pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menyoroti kekalahan Karolin Margret-Suryadman Gidot di Pilgub Kalbar. Bagi dia, trah politik dinasti sudah tak menjadi acuan. Karolin merupakan putri dari mantan gubernur Kalbar dua periode, Cornelis.
Masyarakat sebagai pemilih bisa menentukan suaranya tanpa melihat trah calon pemimpin.
"Pemilih sudah cerdas melihat. Politik dinasti bukan jaminan bakal terpilih generasi penerusnya. Lembaga survei sudah analisis kelemahan Karolin," ujar Adi.
Kemudian, Adi juga melihat kekalahan dalam Pilgub Jatim yang dialami pasangan Saifullah Yusuf alias Gus Ipul-Puti Guntur. Duet ini memiliki kelemahan dalam figur Puti yang terkesan cenderung memaksakan. Puti yang merupakan mantan anggota DPR ini dinilai belum mengakar di Jatim.
"Mungkin berbeda dengan Abdullah Azwar Anas yang sebelumnya menyatakan mundur. Puti ini kan dari Jabar terus ke Jatim. Belum bisa imbangi Gus Ipul," tutur Adi.
Sumber: Viva
Akb – rifanfinancindo

Tuesday, June 26, 2018

PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA – Fahri Hamzah Yakin Bisa Seret Sohibul Iman ke Pengadilan

PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Fahri Hamzah, berharap laporannya terhadap Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Sohibul Iman, bisa cepat rampung diproses polisi dan segera masuk persidangan.
Guna memastikan hal itu, Fahri hari ini, Selasa, 26 Juni 2018, mendatangi Polda Metro Jaya untuk membatalkan pencabutan laporannya. Fahri sempat dimintai keterangan lagi oleh penyidik terkait hal tersebut dan keterangannya dimasukkan dalam berita acara pemeriksaan."Jadi tetap berjalan sebagaimana perkara berjalan, dan mudah-mudahan segera masuk ke persidangan. Saya rasa itu garis besar keterangan saya pada penyidik pada penyidik di BAP," ujar Fahri di Polda Metro Jaya.
Dengan dimintai keterangan lagi oleh penyidik hari ini, Fahri mengaku sudah dimintai keterangan sebanyak empat kali. Maka dari itu ia menegaskan bahwa dirinya batal mencabut laporan terhadap Sohibul.
"Enggak jadi dicabut. Artinya apa, kasus ini berjalan lagi seperti bagaimana biasa, sebagaimana sebelum puasa yang lalu," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mencabut laporan yang ia layangkan terhadap Presiden PKS Sohibul Iman atas kasus pencemaran nama baik. Pencabutan laporan itu ditandai surat yang dilayangkan Fahri ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya lewat kuasa hukumnya Mujahid A Latief. Alasan Fahri menghentikan perkara itu lantaran sebentar lagi memasuki bulan suci Ramadan.
Sohibul Iman dilaporkan Fahri Hamzah ke Polda Metro Jaya atas pernyataannya yang menyebut Fahri pembohong dan pembangkang. Laporan telah teregistrasi dalam nomor LP/1265/III/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus per tanggal 8 Maret 2018.
Atas laporan itu, Sohibul terancam dikenakan Pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 43 Ayat 3 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 311 KUHP dan atau 310 KUHP. (ase)
Sumber: Viva
Akb – rifanfinancindo

Monday, June 25, 2018

PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA – Fakta Baru JK: Banyak Muslim Pilih Ahok Ketimbang Non Islam

PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA – Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkap sebuah fakta tentang raihan suara Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.
Menurut JK, ternyata lebih banyak warga Jakarta yang beragama Islam yang memilih Ahok dan pasangannya, Djarot Saiful Hidayat, ketimbang warga non-Muslim.
JK menuturkan, fakta ini bisa terlihat dari raihan suara Ahok, sebesar 42,04 persen. Padahal, lanjut JK, komposisi umat Muslim di Jakarta adalah 78 persen dibanding non-Muslim sebesar 22 persen.
Dengan demikian, ada kontribusi pemilih Muslim yang signifikan pada raihan suara Ahok-Djarot sebesar 42,04 persen.
"Artinya, lebih banyak (pemilih) Islam pilih Ahok, dibanding (pemilih) non-Islam," ujar JK saat memberi kuliah umum Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LVII dan LVIII Lembaha Ketahanan Nasional (Lemhannas) di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin, 25 Juni 2018.
JK melanjutkan, fakta itu juga membuktikan bahwa Pilkada yang begitu marak digelar di banyak daerah di Indonesia, bukanlah hal yang memecah belah umat beragama.
Jika umat beragama terbelah di Jakarta saat Pilkada DKI 2017, maka calon Gubernur Muslim saat itu, Anies Baswedan, seharusnya meraih suara minimal sebesar 78 persen juga, atau jumlah seluruh populasi umat Muslim.
"Sekiranya terbelah, Anies akan dapat (suara di kisaran) 80 persen, ternyata tidak, hanya dapat 56 persen (57,96 persen)," ujar JK.
JK mengatakan, timbulnya potensi-potensi gesekan di masyarakat akibat perbedaan preferensi politik adalah hal yang wajar serta telah diantisipasi pemerintah.
Meski demikian, JK menegaskan, perhelatan yang akan kembali digelar secara serentak di 171 daerah pada Rabu esok, 27 Juni 2018 itu bukanlah hal yang bisa memecah belah umat beragama.
"Ada (kandidat yang) lebih disuka, itu ya urusan politik, tapi (Pilkada) tidak menyebabkan perpecahan agama, sama sekali tidak. Bahwa ada demo-demo, ya iya, itu biasa," ujar JK.
Sumber: Viva
Akb – rifanfinancindo

Friday, June 22, 2018

PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA – Sudah Empat Tim Lolos ke Babak 16 Besar Piala Dunia 2018

PT RIFAN FINANCINDO BERJANGKA – Perhelatan Piala Dunia 2018 memasuki hari kedelapan. Sejauh ini, sudah ada empat tim yang memastikan diri lolos ke babak 16 besar.
Rusia menjadi yang pertama melaju. Tim tuan rumah mengemas enam poin sejauh ini, hasil dua kemenangan atas Arab Saudi di partai pembuka dan kontra Mesir di pertandingan selanjutnya.
Tiket lain dari Grup A disegel oleh Uruguay. Luis Suarez cs meraih dua kemenangan, masing-masing atas Mesir dan Arab Saudi. Berikutnya Les Celeste akan bersua Rusia untuk memperebutkan status juara grup.
Dari Grup C, Prancis melenggang. Mereka lolos setelah mengemas kemenangan kedua di fase ini. Setelah menjungkalkan Australia di laga awal, Les Bleus pun mengatasi perlawanan Peru.
Lalu dari Grup D, Kroasia secara mengejutkan lolos sejak awal. Sama seperti tiga tim di atas, mereka melaju setelah mencetak dua kemenangan.
Di laga awal, Kroasia mengalahkan Nigeria dua gol tanpa balas. Sedangkan di pertandingan kedua, Argentina menjadi korban Luka Modric cs. Mereka menang 3-0 atas Albiceleste.
Sumber: Viva
Akb – rifanfinancindo